Fenomena Peringkat Pendidikan

 


Rilis peringkat pendidikan versi U.S. News and World Report tahun 2022 kembali menempatkan Indonesia sebagai peringkat 52 dunia (www.usnews.com). Posisi ini memang sudah naik 2 tingkat dari peringkat di tahun sebelumnya. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN lainnya, posisi kita masih berada di peringkat 5. Singapura dan Malaysia tetap mendominasi peringkat atas pada bidang pendidikan di wilayah ASEAN. Posisi selanjutnya diduduki oleh Thailand dan Filipina yang disusul oleh negara kita. Kalah peringkat dari Singapura dan Malaysia mungkin bisa kita maklumi tetapi kalah peringkat dari Thailand dan Filipina dapat menjadi evaluasi kita bersama.

Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 270 juta dan pendapatan per kapita $4.135 atau setara 59,29 Juta (Sumber: Bank Dunia, 2022) membuat peningkatan kualitas pendidikan menjadi tantangan dan evaluasi tersendiri. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 612,2 Triliun Rupiah sehingga telah mencapai 20% sesuai dengan amanat UUD 1945 Republik Indonesia. Anggaran tersebut merupakan bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Penggunaannya dapat dialokasikan untuk kesejahteraan tenaga guru, dosen, sarana dan prasarana serta infrastruktur pendidikan lainnya.

Penggunaan anggaran pendidikan juga diperuntukkan untuk melengkapi maupun merawat fasilitas baik itu berupa perbaikan kelas bagi sekolah negeri dan swasta. Pemenuhan infrastruktur lainnya seperti laboratorium, ketersediaan komputer dan pendukung dalam pendidikan juga dipenuhi oleh pemerintah. Pemenuhan kebutuhan itu dilakukan dalam rangka menjaga suasana kondusif saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) serta melengkapi fasilitas yang masih menjadi kendala dalam pendidikan.

Kesejahteraan dan Sertifikasi Guru

Dalam meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah juga terus mengupayakan kesejahteraan guru melalui program sertifikasi guru hingga penerimaan guru PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), prioritas honorer. Harapannya, guru lebih fokus dalam mengajar dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga tercapai cita-cita bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Perbaikan sistem sertifikasi guru juga terus diperbaiki agar tidak terkesan hanya sekedar "memenuhi syarat” pada aplikasi pemenuhan sertifikasi pendidikan. Sistem sertifikasi diawali dari pengumpulan portofolio, pelaksaaan PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru) hingga pelaksanaan PPG (Program Profesi Guru). Pelaksanaan PPG juga terbagi menjadi dua, yaitu pelaksanaan Dalam Jabatan (Daljab) bagi yang sudah menjadi guru dan pelaksanaan Pra Jabatan dengan sistem kuliah terpadu selama satu tahun. Semua program dilaksanakan dan terus dievaluasi secara intensif baik saat proses maupun pasca pelaksanaan dimana guru telah mendapatkan gelar Guru Profesional (Gr).

Guru yang telah mendapatkan Gelar Profesional dan mendapatkan Tunjangan Profesi Pendidikan (TPP) diharapkan terus menjaga “marwah” sebagai guru professional. Seyogyanya, tidak hanya berpikir mendapatkan insentif untuk kesejahteraan tetapi juga untuk pengembangan profesi guru. Pada kenyataannya, kegiatan pengembangan profesi terus bermunculan dan berkembang untuk membekali guru menjadi guru professional. Misalkan seperti pelatihan pemanfataan media berbasis IT dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan memanfaatkan IT (Informasi Teknologi) hingga menggunakan media ajar seperti alat kit laboratorium dan sebagainya, dapat membantu siswa memahami konsep materi dengan baik. Sebenarnya, suasana pengembangan pendidikan, ritme dan budaya akademik dalam profesionalitas guru sudah terasa dalam kehidupan sehari-hari. Lantas salahnya dimana? Mengapa peringkat pendidikan kita masih kalah dibandingkan Thailand dan Filipina?

Pesan Ki Hajar Dewantara

Ada baiknya untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita kembalikan pada pesan Ki Hajar Dewantara. Tiga pesan sederhana: Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani menjadi semboyan dan pedoman bagi seluruh insan pendidikan di Indonesia. Bukan bagi guru saja, tetapi juga orang tua serta masyarakat Indonesia yang berperan dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Pesan sederhana yang bermakna itu, menjadi semangat bagi kita agar selalu berupaya memberikan yang terbaik dalam penentu kualitas bangsa yaitu pendidikan.

Ing Ngarsa Sung Tulada yang bermakna “di depan memberikan contoh”, merupakan pesan Ki Hajar Dewantara untuk selalu memberikan contoh saat mengajarkan nilai-nilai pendidikan. Guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, tetapi guru juga memberikan contoh untuk bersikap jujur, disiplin, tanggung jawab dan keterampilan lainnya. Penguasaan konsep yang diiringi dengan sikap maupun keterampilan, akan menjadikan bekal bagi siswa untuk mengarungi kehidupan di masyarakat. Bukti nyata bahwa pendidikan kita belum berpedoman pada semboyan ini yaitu masalah sampah yang selalu menumpuk dan dibuang sesuka hatinya. Secara teori di dalam kelas, kita belajar mencegah banjir dengan membuang sampah pada tempatnya. Tetapi kenyataannya masyarakat kita masih terbiasa membuang sampah sembarangan. Fenomena ini merupakan hal kecil yang menjadikan kita sebagai guru untuk terus memotivasi diri sendiri agar  selalu memberikan contoh baik bagi siswa.

Pesan selanjutnya, Ing Madya Mangun Karsa atau dalam Bahasa Indonesia yaitu “di tengah memberi semangat”. Terkadang hal yang paling penting dalam peningkatan diri seseorang bukan hanya pada sarana, prasarana, infrastruktur dan lain-lain tetapi pada “semangat”. Semangat harus dimiliki oleh guru untuk terus mengembangkan pembelajaran demi penguasaan konsep siswa yang lebih baik. Hal ini juga merupakan upaya perbaikan kualitas pendidikan. Tidak hanya dimiliki oleh guru, semangat juga harus diberikan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Dengan semangat, dapat membuat siswa tidak lagi merasa tertinggal dalam pembelajaran dan akan terus termotivasi untuk belajar hingga mencapai cita-cita. Semangat perlu dipupuk dan diberikan kapan pun dan dimana pun. Tidak hanya diberikan saat kompetisi olimpiade dengan bertepuk tangan atau bersorak sorai tetapi semangat dapat berupa rasa kebersamaan dalam kegiatan pembelajaran untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.

Pesan terakhir dan paling familiar bagi kita yaitu Tutwuri Handayani memiliki arti “di belakang memberi dorongan”. Pesan yang dijadikan semboyan pendidikan Indonesia ini bukan memberikan kesan bahwa ketika tertinggal kita hanya bisa memberikan “tepuk tangan” dari belakang. Akan tetapi, melalui pesan ini menunjukkan bahwa posisi yang ada di belakang juga memiliki peran dalam pendidikan. Ketika posisi siswa ada di belakang dalam artian tertinggal, guru tetap harus memberikan dorongan dan arahan agar tercapai pendidikan yang berkualitas. Bukan berarti tertinggal itu bermakna tidak ada harapan. Tetapi dengan arahan guru, siswa dapat mengikuti depannya dengan menggali potensi sehingga mampu mengembangkan dirinya. Pengembangan diri setiap orang ini merupakan bentuk peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Kiblat Pendidikan

Peringkat yang telah diberikan dari beberapa lembaga internasional membuat wacana pendidikan Indonesia mengadopsi dari negara maju. Kita lupa bahwa sejak dahulu Ki Hajar Dewantara telah memberikan pesan yang bermakna dalam pendidikan. 

Pendidikan Indonesia masih mengejar angka-angka dan peringkat tetapi melupakan aplikasi ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Kiblat pendidikan Indonesia sesuai Ki Hajar Dewantara telah memberikan pandangan yang tepat dalam meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri. Melalui ketiga semboyan tersebut, kita dapat memperoleh makna pendidikan seutuhnya. Sejatinya, tujuan pendidikan bukan hanya mencerdaskan siswa dalam berhitung, membaca dan menulis, tetapi juga cerdas mengaplikasikan teori yang diperoleh di kelas dalam kehidupan sehari-hari untuk menyelesaikan problem yang ada. Tentunya, untuk mencapai hal tersebut perlu peran guru dalam memberikan contoh, memberikan semangat serta arahan dan dorongan bagi siswa.

Peringkat hanya sebuah posisi yang bukan merupakan jalan untuk meningkatkan kualitas. Dengan berkiblat pada ketiga pedoman tersebut, maka kualitas pendidikan Indonesia dapat meningkat yang tentunya diiringi dengan peningkatan kuantitasnya, yaitu peringkat. Pendidikan bukan hanya tentang angka ataupun sulitnya pelajaran eksakta tetapi bagaimana mengajarkan siswa agar mampu memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya di masyarakat. Harapannya, semua elemen masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab dalam menjaga kualitas pendidikan tanpa menyalahkan maupun disalahkan. 


Post a Comment

0 Comments